Friday, May 30, 2008

Semoga Ayah dan Bundaku di Sayang Allah...

Senin pagi kemarin, 06.30
Kakak iparku nelpon: 'kalo bisa, semua anak2 kandung bapak dateng ke Rumah Sakit. akan ada keputusan penting berkenaan operasi Bapak'
Aku meluncur ke RS TNI AL di bilangan Benhil bersama istriku.

--

09.30, Dr Okky, SpAn : 'ada 2 pilihan: operasi pembersihan dilanjutkan terapi kira2 4-5 bulan. kedua, amputasi langsung untuk mencegah penyebaran infeksi'

--

Debat yg panjang dengan kakakku. Dia ga setuju, mesti menunggu Bapak sadar, dan dikonfirmasi kesediaannya untuk diamputasi. Oya, sejak sabtu, bapak bisa dikatakan setengah sadar, selalu tidur sepanjang hari....

--

Ada tukang AC mbenerin AC yg ngadat di kamar rawat Bapak.
'Ini kalo udah dibenerin, bakal rusak lagi ga mas?' Kakakku bertanya.
'Ya ga jamin Pak,' jawabnya.
Dan kakakku menghubungkannya dengan sakitnya Bapak...

--

Adzan Dzuhur. Mbak, Abang, dan istriku sholat. Tinggal aku dan kakakku menunggu di kamar. Kami berdua sempat diskusi sejenak, sebelum kakak terpejam kelelahan. Kulihat Bapak. Tiba2 sempat ngorok. waswas juga. Tapi kulihat dada Bapak masih bergerak lagi. Tenang, dan sedikit kupejamkan mata.

--

3 menit kemudian, suster masuk: 'Pak Haji....Pak....'
Ga ada reaksi sama sekali.
Langsung dia mengecek denyut nadi, lalu berlari ke ruang kantor perawat. Aku melompat dari kursi, berharap ini cuman guyonan semata.
Telpon Abang, non aktif. Istriku, ga diangkat. Mbakku juga. Kakakku sama bingungnya dengan aku. Sementara perawat sudah memenuhi ruangan dengan alat pacu jantung. Aku putuskan berlari menuju masjid menyusul abang, mbak, dan istriku.

--

Innalillahi wa inna ilaihi roji'un..
Memang kuasa Alloh tanpa batas.
Dia mengabulkan doa hamba-Nya yg sholeh.
Bapak memang ga mau merepotkan anak2nya dengan segala macam terapi berbulan-bulan.
Dia juga ga mau ada bagian tubuhnya yg hilang jika diamputasi.
Dia memilih berhenti. Hanya istirahat sejenak,sebelum menuju hari pembalasan kelak. Lalu berjumpa dengan istri tercintanya kelak: Berjodoh kembali di surga...

--

Ayahku orang biasa. Tidak berpangkat, tidak berharta banyak.
Dia orang yg pandai bersosialiasi. Temannya banyak.
Dia haus akan ilmu, terutama ilmu agama semenjak pensiun.
Beliau juga berdakwah, walopun cuman di tingkat RT-RW.
Dia tidak membekali kami dengan harta (kecuali sepeda motor untuk kami pergi sekolah dan kuliah).
Beliau juga mengajari hidup prihatin (ada beberapa masa, kami hidup prihatin. Dan beliau sangat menyesali telah membuat kami sekeluarga seperti itu. namun, kami ikhlas...)
Beliau juga pernah mengajak aku, ikut napak tilas bagaimana beliau dan nenek survive (oya, kakekku wafat ketika bapak masih kecil). Beliau memetik kelapa, lalu menghanyutkan nya di sungai untuk memperpendek jarak, dan mengambilnya kembali untuk dibawanya ke pasar, kira2 5 kilometer dari rumah...

--

Ah Pak. Aji insyaa allaah melaksanakan permintaan Bapak terakhir.
Ma, Bapak sudah nyusul Mama.
Ya Rabb, pertemukan mereka berdua di surga kelak, dan buatkan rumah terindah untuk mereka. Aamiin....