Nyekar
Ada tradisi yang lumayan terjaga di etnis jawa: Nyekar di bulan Ruwah (sebelum bulan Puasa). Biasanya mereka ziarah kubur ke keluarga yang sudah wafat.
Pribadi, saya ga setuju jika tradisi ini dianggap sebagai suatu kewajiban. Kewajiban dalam arti, jika menjelang ramadhan, HARUS nyekar. Atau, menjadikan Nyekar sebagai suatu ritual wajib yg mesti dijalankan sebelum berpuasa. Banyak artikel yang membahas mengenai adab ziarah kubur sesuai tuntunan Rasulullah. Bahkan mungkin banyak yang tau, ziarah sempat dilarang karena dikhawatirkan menimbulkan syirik.
Ah sudahlah.
Kemaren pagi-pagi sembari terkantuk2 mengelus anakku yang masih tertidur, tiba2 saya dan istri sepakat nyekar ke makam Bapak & Mama ku, yang semula direncanakan jam 9 an, maju jadi jam 06.15! Huehehehe, tanpa mandi dan gosok gigi, kami ber empat (ibu mertua ku pun ternyata berkenan ke makam besannya) menuju ke TPU Tanah Kusir.
Ah, segar sekali pagi itu. Diselingi ngambeknya Nabil karena ga dikasih ikutan nyetir, kami sampai di lokasi 20 menit kemudian. Di depan, sudah dicegat oleh para penjual kembang setaman. Ups, tanpa mengurangi rasa hormat pada orangtua kami, Islam tak pernah mengajarkan untuk menebar bebungaan ke makam. Alhamdulillah, Bapakku sudah mengetahui ini dan sudah menerapkan sunnah ini sejak lama. Jadi, tentunya kian jelas kenapa kami tidak membeli bunga2 yg sudah di kemas di plastik2 kecil.
Di makam Bapak, kami tidak melantunkan surah Yaasin yang kerap dijadikan sebagian umat di Indonesia sebagai 'doa' untuk mendiang (sekali lagi, tak ada sunnah yang mengajarkan hal ini. Tahukah kalian, jika membaca arti dari surah ini, banyak sekali point2 yang sebenarnya lebih cocok 'dibacakan' untuk orang2 yang masih HIDUP. Karena isinya adalah PERINGATAN agar kita tidak berbuat hal yang akan membawa ke api neraka).
Terpekur kami berdua. Doa lamat2 kami baca dalam hati (Ya Allah, Sesungguhnya Kau Maha Mendengar apa yang kami rasakan saat itu). Ketika kubuka mata, ternyata istriku mempunyai hal yang sama denganku: ada air asin mengalir dari mata ke pipinya.
Hal yang sama kami lakukan di makam Mama yang letaknya hanya sepelemparan batu dari makam Bapak.
Ini tahun ke sembilan Ramadhan tanpa ditemani Mama.
Ini tahun pertama tanpa senyum Bapak ketika dia memeluk dan mencium kening kami anak2nya saat kami berkumpul menjelang puasa.
Bapak, Mama, terimakasih telah mendidik kami tanpa pukulan, jeweran maupun hukuman fisik lainnya
Cukuplah tatapan tajam dan kata2 keras mendidik yang sanggup membuat kami ketakutan atas semua kesalahan.
Bapak, Mama, rasanya ada ketidak puasan karena belum sempat membahagiakan (walaupun kami yakin, kalian takkan pernah menuntut itu dari kami, anak2mu yang bandel)
Bapak, Mama, makam kalian cantik sekali. Rumputnya segar, hijau yang mencerahkan. Sedih sekali melihat tetanggamu yang makam nya kering, bahkan ambles tak terurus. Insya Allah, kami akan sering ziarah ke makam kalian. Dan menjaga rumput di makam kalian hijau senantiasa.
Ya Allah, sampaikan salam kami pada mereka. Lapangkan kuburnya. Jauhkan dari siksa kubur. Aamiin.
No comments:
Post a Comment