Tuesday, January 13, 2009

Presiden RI : Kelakuan..kelakuan....hehehehehe #3

"Behind the Scene" (3): Gus Dur Menggebrak Meja Hingga Meraung-raung
Rabu, 17 Desember 2008 | 12:03 WIB

Abdurrahman Wahid alias Gus Dur adalah Presiden Indonesia keempat. Masa kepemimpinannya tidak lama, hanya 21 bulan (20 Oktober 1999-23 Juli 2001). Ia dilengserkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dipimpin Amies Rais dan digantikan Megawati Soekarnoputri.

Meski rentang kepemimpinannya paling singkat dalam sejarah Indonesia, sepak terjangnya banyak menuai kontroversi. Manuver-manuvernya sulit dipahami. Gayanya yang ceplas-ceplos menjadi bumerang bagi dirinya sendiri.

Tjipta menyebut dalam bukunya Dari Soekarno sampai SBY: Intrik dan Lobi Politik Para Penguasa, Gus Dur tidak bisa memisahkan statusnya sebagai kiai dan Presiden Republik Indonesia. Statusnya sebagai kiai bahkan kerap lebih menonjol daripada sebagai Kepala Negara. Akibatnya, komunikasi politik Gus Dur kacau. Sebagai kiai Gus Dur adalah sosok yang terbuka terhadap siapa saja, termasuk terbuka terhadap segala informasi yang dibisikan kepadanya. Celakanya, Gus Dur sering percaya begitu saja pada bisik-bisik orang tanpa pernah lagi mengeceknya. Gara-gara bisik-bisik ini pula ada orang kehilangan kesempatan emasnya berkarier di luar negeri.

Laksamana Sukardi, kala itu Menteri Negara Badan Urusan Milik Negara, menuturkan dalam buku tersebut, suatu kali dipanggil Gus Dur ke istana. Gus Dur menyampaikan, ada orang Indonesia yang bekerja di luar negeri dengan reputasi sangat baik. Ia masih muda dan pintar. Gus Dur ingin Laksamana mencarikan posisi untuk orang itu. “Dia pintar sekali. Lalu dia mau ditarik ke New York. Kan sayang kalau ada anak muda yang pintar, masak kerja di luar negeri. Tolong, deh,” ucap Gus Dur seperti ditirukan Laksamana.

Tak lama setelah hari itu, Laksamana kembali menghadap Gus Dur. Ada posisi lowong sebagai Direksi Indosat. “Gus, ingat enggak ini orang, anak muda yang tempo hari Gus titipkan kepada saya? Dia lebih cocok di Indosat Gus,” kata Laksamana.

Gus Dur rupanya sudah lupa. Setelah berpikir agak lama, tiba-tiba ia menjawab lantang, ”Enggak bisa itu orang!” “Lho, kenapa, Gus?” Laksamana terperanjat.
”Dia bawa lari istri orang.”

Laksamana kaget setengah mati. Pasalnya, ia sudah menyuruh orang itu keluar dari perusahaan tempatnya bekerja, bahkan diminta secepatnya keluar karena ada perintah Presiden. Orang itu pun sudah ada di Indonesia. Laksamana kemudian meminta orang itu menghadap ke kantornya.

”Mas, kok Gus Dur bilang kamu bawa lari istri orang?” tanya Laksamana.
”Demi Allah Pak! Saya masih dengan istri saya yang sekarang,” jawab orang itu.

Usut punya usut, ternyata Gus Dur mendapat bisikan dari orang tertentu tentang anak muda ini. Dan, faktanya bisikan itu tidak benar. Anak muda bergelar PhD ini akhirnya bekerja di sebuah bank swasta. Laksamana merasa kasihan. Bagaimana tidak! Kariernya di perusahaan luar negeri itu sudah bagus, tapi gara-gara seorang pembisik nasibnya jadi kacau balau (hal 207).

Gus Dur menangis meraung-raung

Gus Dur juga dikenal sebagai sosok yang emosional. Bila marah, ia bisa menggebrak meja dan kata-kata keras meluncur dari mulutnya. Salah seorang mantan menteri yang tidak bersedia disebutkan namanya menuturkan, ia pernah dimarahi habis-habisan. Ceritanya begini, ada seorang kerabat Gus Dur duduk dalam pemerintahan. Sebut saja namanya XZ. Gus Dur sebenarnya tidak pernah mengangkat XZ. Namun, seorang pimpinan salah satu instansi pemerintah mengangkat XZ sebagai pejabat eselon 1.

Mungkin, orang itu berpikir dengan mengangkat kerabat Gus Dur kariernya akan jadi lebih baik mengingat kedekatan XZ dengan Gus Dur.

Namun, sebagai pejabat eselon 1, XZ diketahui kerap “memeras” sejumlah konglomerat keturunan Tionghoa. Para pengusaha ini mendapat semacam “bantuan”, tapi dengan imbalan yang sangat besar.

Sang menteri tersebut, sebut saja AB, melaporkan perilaku XZ kepada Gus Dur. Gus Dur marah. AB dicaci maki Gus Dur karena Gus Dur tidak memercayai laporan AB.

Beberapa hari kemudian, AB dipanggil Gus Dur ke istana. Pertemuan empat mata. Begitu masuk ke ruang kerja Gus Dur, AB melihat Gus Dur menangis meraung-raung. Ia tampak dilanda kesedihan luar biasa. Lama Gus Dur tidak bisa bicara, hanya menangis dan menangis.

AB bingung, tidak tahu apa yang sedang dialami Gus Dur. Ia berusaha menenangkan Gus Dur. “Gus, tenang, Gus. Tenang, Gus! Ada masalah apa?” ucapnya sambil mengusapi dan memijat-mijat tangan Gus Dur. Sesaat kemudian, Gus Dur berusaha menguasai dirinya, sebelum akhirnya membuka suara.

Intinya, ia mengakui kebenaran informasi tentang perilaku XZ yang pernah disampaikan AB. “Saya malu! Sangat malu! Ternyata, apa yang kamu laporkan kepada saya memang benar semua! Kurang ajar dia!” ujar Gus Dur (hal 225).

Sejak saat itu dan selama setahun lebih, Gus Dur tidak pernah menyapa XZ.

No comments: