Monday, April 17, 2006

Petualangan Murah ala "Backpacker"

Kompas 09 April 2006

Susi Ivvaty

"Peta! Peta!" Itu teriakan Boots, monyet teman Dora dalam serial kartun animasi "Dora the Explorer" di Global TV. Petualang cilik dalam dongeng saja membutuhkan peta, apalagi para "backpacker", petualang sungguhan yang gemar menjelajah berbagai lokasi menarik di mana saja.

Dari sebutannya, mestinya para penggemar jalan-jalan itu selalu menyandang ransel di punggungnya. Namun pada kenyataannya, tak semua mesti membawa ransel. Yang pasti, mereka adalah petualang.

Salah satu wadah bagi para backpacker di Indonesia adalah Komunitas Backpacker Indonesia yang saat ini sudah beranggota sekitar 1.400 orang di seluruh Indonesia, termasuk orang Indonesia yang berada di luar negeri. Komunitas ini sebenarnya masih baru, bermula pada tahun 2004, ketika Aris Yanto (32), Koordinator Backpacker Indonesia, bersama kawannya, Erwin dan Denni, membuat situs www.indobackpacker.com. Setelah website, mereka pun membuat mailing list http://groups.yahoo.com/group/indobackpacker/.

Hampir semua anggota komunitas sebelumnya memang penggemar jalan-jalan. Ada yang biasa jalan-jalan berdua, berkelompok, atau bahkan sendiri (solo backpacker). Di antara mereka, banyak pula yang telah menjadi anggota kelompok pencinta alam, meski banyak pula yang menjadi keranjingan jalan-jalan setelah bergabung dengan komunitas.

Bonar Sihotang (36), Kepala Seksi Administrasi Penyidikan Ditjen Pajak, menuturkan, selama ini hobinya jalan-jalan tidak pernah tersalurkan. Saat menelusuri lewat internet dengan kata kunci "jalan-jalan", muncul nama indobackpacker. Dia pun bergabung pada Maret 2006 lalu.

Dana minim

Nita (27) sebelumnya adalah solo backpacker. Ibu rumah tangga yang suaminya bekerja di Amerika Serikat ini justru gemar jalan sendiri, meski tetap ikut bergabung jika komunitas mempunyai jadwal jalan-jalan. April ini Nita berencana jalan-jalan ke Palu dan Togian di Sulawesi Tengah, dan sendirian pula. Anak semata wayangnya terpaksa ditinggal.

"Sesekali pengin juga dong jalan tanpa mengajak anak. Lagi pula, sudah ada yang menemani kok," katanya enteng.

Dengan dana "hanya" Rp 5 juta, Nita berencana berkeliling Sulawesi selama 20 hari. Dia sudah mendapatkan tiket pesawat seharga Rp 668.000 dari Jakarta ke Palu dan tiket pulang dari Manado ke Jakarta seharga Rp 500.000-an. Bagaimana memastikan dana itu cukup?

"Saya sudah menemukan resort sederhana di sana dan kami sudah berkirim e-mail. Saya sudah menghitung dana yang mungkin akan dikeluarkan. Kalau bisa, maksimal 20 hari, kalau dana mepet, ya pulang," papar Nita. Informasi tentang lokasi yang dituju, peta, serta angkutan umum pun sudah dia dapatkan.

Backpacker memang harus berjiwa petualang dan mempunyai daya survive tinggi. Inilah yang membedakan dengan traveller, yang biasa bepergian dengan rencana matang, dana berlebih, dan memasrahkan segalanya kepada biro perjalanan. "Jika pada satu perjalanan biro perjalanan mematok harga Rp 5 juta, misalnya, kami bisa menekan menjadi Rp 2 juta. Tentu semuanya harus menghemat, termasuk harus menggunakan angkutan umum untuk transportasinya," papar Aris.

Sonson, anggota backpacker lain, bahkan bisa sangat menghemat. Perjalanan dari Jakarta-Batam-Singapura-Kuala Lumpur-Jakarta hanya menghabiskan dana total Rp 2,2 juta, sudah termasuk makan dan tempat menginap. "Pintar-pintarnya kita saja. Kalau mau pergi jangan pas peak season, jadi bisa mendapatkan tiket pesawat murah," katanya.

Untuk menekan biaya, para backpacker tidak akan segan atau gengsi menginap di rumah penduduk. Dari pergaulan dengan penduduk setempat, justru mereka mendapatkan sesuatu yang melebihi rasa persaudaraan. "Kami jadi lebih jauh lagi mengenal budaya dan adat setempat. Mereka pun menerima kami dengan senang hati," kata Aris.

Terinspirasi orang asing

Aris yang bekerja di bagian teknologi informasi Container Terminal System Solution Indonesia bisa dibilang cukup berpengalaman sebagai petualang, terutama menjelajahi objek-objek di Indonesia. Aris mengaku terinspirasi backpacker dari luar negeri yang hanya bermodal buku panduan Lonely Planet dan peta namun bisa menjelajahi tempat yang sangat terpencil dan pulang dengan selamat.

"Saya suka naik gunung dan sering ketemu backpacker asing. Mereka lalu bertanya ini-itu sehingga akhirnya saya menjadi pemandu tak sengaja. Saya belajar dari mereka, mendapat informasi tentang lokasi-lokasi yang unik dan aneh," kata Aris, yang pernah jalan-jalan ke sejumlah lokasi dari Jakarta hingga Medan pp selama tiga mingguan.

Jiwa petualang backpacker asing itu pulalah yang membuat Ratna Ariani, wartawan Bisnis Indonesia, makin penasaran untuk menjelajahi berbagai objek menarik di Indonesia. Masa justru orang asing yang lebih memahami Indonesia, begitu pikir Atta, panggilan Ratna.

Pengalaman mengesankan didapat Atta saat pergi ke Kepulauan Karimun Jawa. "Kami pakai dua perahu. Mendadak perahu yang di belakang mogok, dan perahu pertama harus menariknya. Karena laju menjadi pelan, kami sampai tujuh jam berada di lautan. Wah, itu asyik banget, rasa kekeluargaan menjadi bertambah erat," tuturnya.

Banyak pengalaman berkesan yang didapat para backpacker, seperti Indri (29) yang mendapatkan kedamaian dengan mendaki gunung, Ita (30) yang mengasyiki romantisme pantai, atau Arthur (36), penyalur alat-alat migas yang selalu gembira meski hanya berkumpul dengan anggota komunitas, meski tak harus ikut pergi.

Pengin jalan-jalan melepas kepenatan? Gabung saja di mailing list indobackpacker@yahoogroups.com.

No comments: